JOMBANG MEDIA NUSANTARA.Com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang, Jawa Timur, menegaskan tidak akan menaikkan pajak daerah hingga tahun 2026. Komitmen tersebut disampaikan langsung oleh Bupati Jombang, H. Warsubi dalam siaran pers usai Rapat Paripurna DPRD, Senin (11/8/2025). Pernyataan ini menjadi jawaban atas keresahan publik terkait beban pajak di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Bupati Warsubi menjelaskan, revisi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan tindak lanjut dari rekomendasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Langkah ini sesuai amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, yang mengharuskan sejumlah pasal dalam perda disesuaikan agar selaras dengan peraturan pusat.
Meski demikian, Bupati memastikan revisi perda tidak akan dijadikan alasan untuk menaikkan tarif pajak.
“Tidak akan ada kenaikan pajak apapun pada tahun 2026. Ini komitmen kami untuk melindungi kepentingan rakyat,” tegas Warsubi yang didampingi Wabup H Salmanuddin dan Ketua DPRD Hadi Atmaji.
Sebagai bentuk keberpihakan kepada masyarakat, terutama berpenghasilan rendah, Pemkab menetapkan tiga kebijakan konkret:
Pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang memenuhi syarat.
Penghapusan denda pajak bagi seluruh wajib pajak mulai 1 Agustus hingga 31 Desember 2025.
Diskon hingga 35% BPHTB untuk semua jenis transaksi guna meringankan beban pembayaran.
Bupati juga memerintahkan Bapenda Jombang untuk mengawal kebijakan tersebut di lapangan.
“Kami tekankan agar seluruh proses dilakukan cepat, transparan, dan profesional, termasuk menindaklanjuti setiap keberatan warga,” ujarnya.
Kebijakan ini disambut positif oleh sebagian masyarakat karena dinilai memberi ruang napas di tengah tingginya biaya hidup. Namun, sejumlah pengamat mengingatkan agar pelaksanaannya diawasi ketat, sehingga pembebasan dan diskon pajak benar-benar tepat sasaran dan tidak dimanfaatkan pihak yang tidak berhak.
“Pemerintah daerah harus memastikan validasi data MBR dilakukan akurat, transparan, dan bebas titipan. Kalau tidak, kebijakan yang niatnya baik ini bisa bocor dan tidak sampai ke masyarakat yang paling membutuhkan,” kata seorang pemerhati kebijakan publik di Jombang.
Dengan prinsip keadilan, keterbukaan, dan netralitas yang diklaim Pemkab, pelaksanaan kebijakan ini akan menjadi ujian nyata: apakah benar berpihak kepada rakyat atau sekadar pencitraan menjelang momentum politik.