JOMBANG MEDIA NUSANTARA. Com— Polemik dugaan pungutan liar (pungli) terkait iuran akhir studi di MAN 6 Mojoagung, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, berujung mediasi yang difasilitasi DPRD Jombang. Mediasi yang digelar pekan ini di Gedung DPRD Kabupaten Jombang, Senin (30/6/2025) menghadirkan pihak sekolah, komite serta perwakilan wali murid untuk meluruskan kesalahpahaman yang sempat mencuat ke publik.
Ketua DPRD Jombang, Hadi Atmaji, didampingi Wakil Ketua DPRD Gus Sentot, memimpin langsung jalannya pertemuan. Dalam mediasi tersebut, pihak sekolah menjelaskan secara terbuka bahwa iuran yang sempat disebut-sebut sebagai biaya wisuda, sebenarnya mencakup berbagai komponen biaya akhir studi.
Kepala MAN 6 Mojoagung, Misbakhul Arif, M.Pd.I mengakui adanya kesalahpahaman terkait istilah dan rincian penggunaan dana. Ia menuturkan, selain untuk wisuda, sebagian dana digunakan untuk kegiatan bimbingan belajar (bimbel) yang dirancang guna meningkatkan peluang siswa lolos seleksi perguruan tinggi negeri (PTN).
“Masalah ini sebenarnya berawal dari komunikasi yang kurang tersampaikan dengan baik. Bimbingan belajar itu tidak termasuk dalam satuan biaya pendidikan yang ditanggung pemerintah. Kami berinisiatif mengadakan bimbel demi mendorong prestasi siswa. Sementara biaya kegiatan seperti foto bersama atau istighosah hanya untuk konsumsi. Tidak ada indikasi pungutan liar sebagaimana yang ramai diberitakan,” ujar Misbakhul Arif.
Ia menjelaskan, keinginan pihak sekolah menggelar bimbel lahir dari semangat meningkatkan prestasi akademik siswa MAN 6 Mojoagung, yang lokasinya cukup jauh dari pusat kota. Menurut dia, hal ini sejalan dengan upaya memperluas akses siswa ke perguruan tinggi negeri, terutama bagi yang berasal dari keluarga kurang mampu.
“Kepala sekolah sebelumnya dan kami juga ingin agar semakin banyak siswa MAN 6 yang diterima di PTN. Itu menjadi kebanggaan sekolah sekaligus peluang memperbaiki masa depan para siswa,” katanya.
Ketua DPRD Jombang, Hadi Atmaji, mengapresiasi keterbukaan seluruh pihak. Ia menilai persoalan ini menjadi pelajaran penting agar komunikasi di lingkungan sekolah dijaga agar tidak memicu kesalahpahaman yang berpotensi mencoreng nama baik lembaga pendidikan.
“Kami senang karena persoalan ini sudah clear. Namun, yang terpenting, ke depan harus ada transparansi, keterbukaan, dan komunikasi yang lebih intens antara pihak sekolah, komite, dan wali murid. Jangan sampai masalah serupa terulang,” ujar Hadi.
Senada, Wakil Ketua DPRD Jombang, Gus Sentot, mengingatkan pentingnya pengelolaan dana pendidikan yang transparan dan sesuai aturan. Ia menilai hal itu bukan hanya soal administrasi, tetapi juga menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan negeri.
Usai mediasi, Misbakhul Arif menyatakan pihak sekolah berkomitmen memperbaiki pola komunikasi dan akan melibatkan lebih banyak pihak, termasuk komite sekolah dan perwakilan wali murid, dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan biaya kegiatan sekolah.
“Alhamdulillah, semua sudah jelas. Ke depan kami akan membangun komunikasi yang lebih baik lagi agar tidak terjadi salah paham. Baik antara komite, wali murid, maupun pihak sekolah,” ujarnya.
Dengan mediasi ini, persoalan yang sempat mencuat dan menimbulkan keresahan di kalangan wali murid dinyatakan selesai. Namun, DPRD Jombang mengingatkan agar peristiwa ini menjadi evaluasi bersama agar tata kelola pendidikan di daerah berjalan transparan, akuntabel, dan berpihak pada kepentingan siswa. (gus)