JOMBANG MEDIA NUSA–ANTARA. Com–Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2025 di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, berlangsung penuh semangat kebangsaan dan religiusitas. Ribuan santri dari berbagai pesantren memadati Lapangan Untung Suropati, Tambakberas, untuk mengikuti apel akbar yang sekaligus dirangkai dengan peringatan dua abad Pondok Pesantren Bahrul Ulum (PPBU) Jombang.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menegaskan, momentum Hari Santri tahun ini menjadi ajang penting bagi seluruh elemen bangsa—khususnya kalangan santri—untuk memperkuat konsolidasi dan persatuan menghadapi tantangan zaman.
“Santri, masyarakat, dan pemerintah perlu berkonsolidasi agar bangsa ini mampu menghadapi segala ujian dan terus melaju menjadi bangsa besar dan maju dengan peradaban yang mulia,” ujar Gus Yahya saat memberikan keterangan di sela kegiatan, Rabu (22/10/2025).
Ia menambahkan, semangat santri sejak masa perjuangan hingga kini tidak pernah lepas dari pengabdian kepada bangsa dan negara.

“Dari dulu hingga sekarang, santri selalu mengabdikan diri untuk kemaslahatan dan kejayaan Indonesia. Santri tidak pernah melepaskan Indonesia dari dalam jiwanya,” tegasnya.
Menurut Gus Yahya, kiprah panjang pesantren seperti Bahrul Ulum merupakan bukti nyata bagaimana nilai-nilai keislaman dan kebangsaan dapat tumbuh berdampingan secara harmonis.
“Dua abad pesantren Bahrul Ulum telah menjadi bukti pengabdian yang tiada putus. Barokah Tambakberas ini, insyaallah, akan terus langgeng selamanya,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Umum Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum KH. M. Wafiyul Ahdi menyampaikan rasa syukur atas antusiasme luar biasa para santri dan masyarakat dalam menyemarakkan peringatan HSN dan dua abad PPBU.
“Alhamdulillah, hari ini kita melaksanakan upacara HSN dengan meriah. Ada sekitar 15.000 santri yang hadir di Lapangan Untung Suropati Tambakberas, dari berbagai elemen NU, PCNU, serta seluruh Banom-nya,” ungkapnya.
Ia menilai, peringatan HSN yang dirangkai dengan dua abad Bahrul Ulum merupakan momentum reflektif untuk meneladani semangat perjuangan para kiai pendiri pesantren.
“Kita perlu kembali menelusuri bagaimana para kiai dahulu berjuang untuk agama dan negara. Dari refleksi itu, kita bentuk kekuatan baru untuk terus mendidik masyarakat dan melanjutkan semangat perjuangan ke abad berikutnya,” pungkasnya. (gus/*)














