Pemkab Jombang Menang Banding di PT TUN, Hak Pemilik Ruko Simpang Tiga Gugur

JOMBANG MEDIA NUSANTARA. Com— Kasus sengketa soal kepemilikan Ruko Simpang Tiga Jombang dengan Pemkab Jombang, Jatim, memasuki babak akhir. Pasalnya, Pemkab Jombang akhirnya menang di tingkat banding, yakni Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Surabaya membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya yang sebelumnya memenangkan gugatan para pemilik ruko.

Putusan PT TUN Surabaya itu dibacakan dalam sidang elektronik, Kamis 2 Juli 2025. Majelis hakim yang diketuai Dr. Nurman Sutrisno, S.H., M.Hum., memutuskan, gugatan para pemilik ruko (penggugat/terbanding) tidak dapat diterima karena dianggap bukan kewenangan peradilan TUN. Para penggugat juga dihukum membayar biaya perkara tingkat banding Rp250.000.

“Objek sengketa ini bersifat perdata, terkait hubungan kontrak kerja sama antara pemerintah daerah dengan pihak swasta. Bukan sengketa tata usaha negara,” demikian petikan pertimbangan hakim yang tercantum dalam putusan setebal 12 halaman yang diperoleh awak media ini melalui Bagian Hukum, Setkab Jombang, Selasa (8/7/2025).

Sengketa bermula dari Surat Bupati Jombang Nomor 500.2/2875/415.32/2024 tertanggal 14 Agustus 2024, yang memerintahkan pengosongan Ruko Simpang Tiga Jombang. Para pemilik ruko keberatan, mereka mengklaim masih memiliki hak berdasarkan Akta Jual Beli sejak 1997 atas ruko yang berdiri di atas lahan Hak Guna Bangunan (HGB) yang dibeli dari PT Suryatamanusa Karya Pembangunan.

Namun, Majelis Hakim menemukan fakta berbeda. Dari bukti-bukti persidangan terungkap HGB tersebut sudah berakhir sejak 14 November 2016, dan tidak pernah diperpanjang. Secara hukum, lahan itu kembali menjadi tanah negara dibawah Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Nomor 1 milik Pemkab Jombang.

“Tidak ada satu bukti pun yang menunjukkan adanya perpanjangan HGB. Dengan berakhirnya hak tersebut, tanah kembali menjadi aset negara,” tegas majelis hakim.
Kepala Bagian Hukum Pemkab Jombang, Yauma Syifa menyebutkan, Pemkab hanya menjalankan kewajiban menjaga aset negara.

“Kontrak kerjasama itu sudah berakhir sejak 2016. Tidak ada perpanjangan. Setelah PT Suryatamanusa menjual ke pihak ketiga (pemilik ruko), pemerintah tidak memiliki hubungan keperdataan dengan mereka,” sebut Yauma saat ditemui media ini, di ruang kerjanya.

Ia menambahkan, pemerintah telah menerima rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar penggunaan aset daerah ditertibkan. Pemkab pun sudah merencanakan pemanfaatan lahan eks Ruko Simpang Tiga ini untuk pembangunan Mal Pelayanan Publik.

Disinggung apakah ada tekanan politik terkait pengambil alihan aset Pemkab Jombang tersebut ?
“Tidak ada tekanan politik. Kami hanya menjalankan rekomendasi BPK supaya aset negara dimanfaatkan secara optimal,” tegas Yauma Syifa.

Sementara itu, para pemilik ruko berdalih mengalami kerugian besar karena telah menguasai dan menggunakan ruko selama lebih dari 27 tahun. Mereka menilai pengosongan bertentangan dengan azas pemerintahan yang baik (AUPB), namun dalil itu ditolak hakim.

Majelis menilai, sengketa ini lebih tepat diselesaikan di peradilan perdata bukan di Pengadilan TUN. Apalagi menyangkut hubungan kontrak bagi hasil pembangunan kompleks pertokoan antara Pemkab Jombang dan PT Suryatamanusa Karya Pembangunan yang kini alamat perusahaan tersebut tidak diketahui dimana lokasinya sekarang.

Putusan PT TUN Surabaya ini sekaligus menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah daerah berhak memulihkan aset negara ketika hak pengelolaan pihak swasta berakhir. Namun bagi para pemilik ruko, babak baru perjuangan hukum masih terbuka jika mereka memilih mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari kuasa hukum para pemilik ruko terkait langkah selanjutnya.(gus)




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *